Bab 1 : Kain halus ibu sebagai biaya kuliah
Lahir dari golongan biasa-biasa saja, seorang bapak
pengusaha yang bersebrangan idealisme dengan pemerintah di jaman orde baru yang
akhirnya membuat bapak dari CT ini “dimiskinkan”.
Di bab ini CT akan segera merasakan bangku kuliah, hampir
sama halnya dengan kebanyakan orang tua sekarang, yang rela menjual apapun demi kelangsungan
pendidikan anak-anaknya.
Bisa dibilang keluarga seorang CT ini tidaklah begitu
miskin (silahkan anda bandingkan dengan bapak Dahlan Iskan), buktinya beliau
masih dapat merasakan hangatnya bangku SMA Budi Utomo yang pada saat itu
merupakan salah satu SMA unggulan di Jakarta. Diceritakan ibu dari CT ini demi
kelangsungan pendidikan anaknya, rela “menggadaikan” kain halus yang pada saat
itu merupakan harta berharga bagi ibu beliau. Uang sebesar 75.000 rupiah yang dijaman
itu sudah dapat digunakan untuk biaya masuk di Universitas Indonesia(UI).
Beliau CT masuk sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG UI) yang pada
saat itu bukan jurusan unggulan jika di bandingkan dengan jurusan kedokteran
ataupun jurusan ekonomi. (Coba bandingkan dengan saat ini, bagaimana sesorang
yang akan masuk FKG membyar ratusan juta rupiah agar dapat masuk di jurusan ini).
Jika dilihat saat itu berarti beliau CT sudah masuk di jajaran fakultas
bonafit, karena saingan fakultas beliau adalah fakultas yang alumninya adalah
yang akan jadi menteri di Indonesia. Pesan yang yang menarik di bab ini
terdapat di halaman 5, yakni “Agar bisa
keluar dari kemiskinan, pendidikan merupakan langkah yang harus di tempuh
dengan segala daya dan upaya”.
Bab 2 : lima belas ribu pertama dalam hidup saya
Di bab ini, sudah kelihatan pandainya seorang Chairul
Tanjung melihat prospek bisnis. Segala yang beliau lihat adalah uang, mulai
dari jasa fotocopy hingga penyedia alat-alat praktikum di FKG tempat beliau
kuliah. Kuncinya “Jaringan dan
Kepercayaan”. Sudah barang pasti untuk memperoleh keuntungan kita perlu
membangun jaringan, yakni perbanyak teman, perbanyak koneksi lalu bangunlah
kepercayaan mereka, berlaku lah dengan jujur sehingga kita dipercaya. Saya ingat
salah satu kata-kata yang saya lupa sumbernya darimana “Banyak teman banyak rejeki J”
Bab 3 : juragan fotokopi dikampus
Masih berhubungan dengan bab 2 diatas, dimana beliau
menjadi juragan photocopy. Akan tetapi bukan karena beliau mempunyai mesin nya,
tetapi beliau meminjam mesin kepada temannya. Disinilah beliau mulai mempunya
banyak teman dari mahasiswa hingga dekan FKG
Bab 4 : Berjualan alat kedokteran dikampus
Menjadi mahasiswa kedokteran apalagi kedoktera gigi
merupakan salah satu jurusan yang mahal. Hal ini dikarenakan biaya bahan
praktikum yang mahal. Beliau CT memanfaatkan peluan ini untuk menjadi penyedia
alat-alat praktikum. Modalnya dari mana?? Modalnya dari seorang Jendral yang
menjadikan diri sebagai jaminan. Bagaimana CT bisa kenal?? Silahkan baca
sendiri bukunya biar penasaran.
Bab 5 : Karena sang Jendral, akhirnya dua teman lulus
kewiraan
Kewiraan adalah salah satu bentuk matakuliah, bentuknya seperti
PPKN yang merupakan Matakuliah Dasar Umum. Disini CT membantu kedua temannya
dengan modal lobi dan baca.
“beberapa buku
sengaja saya baca hingga habis agar memiliki banyak referensi sebagai bahan
berbincang dengan sang jendral seputar senjata dan perang. Saya hanya
mahasiswa, dan lawan bicara nanti adalah seorang jendral berpengalaman”.
Bab 6 : Mahasiswa Teladan, Aktivis sekaligus pebisnis
Rasanya beliau CT hampir mencapai kesempurnaan sebagai
seorang manusia disini. Bagaimana tidak, sebagai seorang mahasiswa sudah banyak
yang digelutinya. Di bab ini beliau bercerita tentang ke ikut sertaannya
diberbagai macam kegiatan dan aktivitas didalam dan diluar kampus yang padat,
sekaligus menjalankan usaha dan bisnisnya sekaligus merasakan jatuh bangunnya usaha atau bisnis yang
didirikannya.
Bab 7 : Pengenalan Talasemia kepada masyarakat
Di bab ini beliau bercerita tentang penyakit talasamia yang
diderita oleh anak seorang dosen beliau. Apakah talesemia itu? Telasemia tidak
bisa dikatakan sebuah penyakit, tetapi kelainan karena faktor genetik. Setiap
manusia seperti mahluk hidup lainnya membawa serangkaian rantai gen pembawa
sifat, dan pada kasus talasemia salah satu diantara rantai genetik tersebut
cacat. Produksi sel darah merah oleh tulang sumsum tidak normal, kecil, dan
mudah hancur. Seharusnya bulat dan kuat. Kondisi ini mengakibatkan kulit
penderita menjadi sangat pucat . untuk penjelasan lengkapnya silahkan ke http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
. Di bab ini juga dijelaskan awal mula didirikannya Yayasan Thalasemia di tahun
1987. Ada yang menarik di bab ini, seorang Chairul Tanjung yang merupakan
lulusan sarjana Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang ingin berbagi ilmu
namun tidak dapat direalisasikannya. Kenapa ? ini jawaban dosen beliau “Kamu
itu punya selera bisnis yang bagus, lain daripada yang lain, bakat juaga ada,
latihan sejak awal kuliah pun sudah kamu lakukan, apa lagi? Sudah, lupakan jadi
dosen, biar yang lain yang mengurusi masalah pendidikan. Bicara pengabdian,
banyak cara untuk mewujudkan hal itu.”
Bab 8 : Kegagalan Pertama saat saha di luar kampus
CT membangun usaha pertamanya yang di beri nama CV Abadi
Medical & Dental Supply. Bukan karena usaha beliau tidak laku, tetapi terlebih
karena boros, besar pasak daripada tiang. Akhirnya usaha beliau tutup karena
merugi.
Bab 9 : Peran pendidikan bermula dari keluarga
Di bab ini CT menceritakan tentang dunia pendidikan yang
beliau rasakan, mulai dari SD hingga SMP. Dimana disinilah karakter beliau
sebenarnya dibentuk, juga tentang bapak beliau yang idealis. Di bab ini juga
ada kalimat beliau yang saya suka “ Menghadapi kegagalan pertama bangkrutnya
usaha formal diluar kampus, apakah kemudia saya tunduk, takut, kalut, takluk? Ah,
sama sekali tidak. Layar sudah kadung terbentang, pantang pulang jika tiada
ombak menghantam menghancurkan seluruh lambung lantas menenggelamkan. Saya masih
memiliki kegigihan, kedisplinan, dan tanggung jawab untuk meneruskan usaha yang
gagal tersebut “
Bab 10 : Menunggu bapak pulang demi zakat fitrah
“Suatu hari malam takbiran saat saya masih kelas dua SMP. Waswas
menuggu bapak yang belum juga pulang. Saya sendirian menunggu beliau di ujung
gang seraya berdoa semoga beliau kali ini membawa uang untuk membayar zakat
fitrah kami sekeluarga”.
Terharu … :(
Demikian bedah buku dari saya, semoga dapat mewakili sedikit
dari isi buku tersebut. Selengkapnya beli sendiri yah bukunya J